Tanya Jawab dengan Habib Lutfi,- Al Kisah
Assalamualaikum
warahmatullahi wabarakatuh. Habib Muhammad Luthfi bin Yahya yang
terhormat. Saya ingin mengajukan pertanyaan penting yang berhubungan
dengan masalah kemurniaan dan kesempurnaan iman.
Pertama, apakah, di
dalam mendalami masalah keimanan, setiap muslim lebih baik menjadi
jamaah tarekat? Kedua, apakah dengan cara menjadi anggota jamaah tarekat
di bawah bimbingan mursyidnya, seseorang dapat lebih tenang dan mantap
dalam mengamalkan tuntunan agama Islam, karena dianggap merujuk pada
ajaran Nabi Muham¬mad (saw) melalui bimbingan mursyid tersebut?
Bagaimana dengan para ulama atau ustad yang mengajarkan Islam tanpa
menjadi anggota jamaah tarekat? Demikian pertanyaan dari saya, semoga
menjadi manfaat. Amin ya Robbal Alamin.
Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh.
Jawaban:
Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh.
Tentang keimanan seseorang sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur'an,
"Katakanlah, jika kamu mencintai Allah..." (Ali Imran: 31).
Ketika
ayat ini turun, seorang sahabat bertanya kepada Baginda Nabi Muhammad
(saw), "Matta akunu mu'mman shadiqan?" atau "Bilamanakah aku menjadi
mukmin yang sesungguhnya?" Dijawab oleh Baginda Nabi (saw), "Idza
ahbabtallah" atau "Apabila engkau mencintai Allah"
Seianjutnya
sahabat itu bertanya lagi, dan dijawab oleh Rasulullah (saw),"Orang itu
mencintai Rasul-Nya. Berikutnya mengikuti sunnah-sunnahnya, dan
mencintai orang yang dicintai Allah dan Rasul-Nya"
Dan akhirnya, Nabi Muhammad (saw) bersabda lagi
"Wayatawaffatuna fil- Imani qadrl tawannutihim fi mahabati,"
atau
"Dan keimanan mereka bertingkat-tingkat menurut tingkatan kecintaan
kepada Allah." Itu diucapkan sampai tiga kali oleh Rasulullah (saw).
Hadit
itu melanjutkan bahwa kadar bobot iman seseorang, tergantung pada
kecintaannya kepada Nabi Muhammad (saw). Sebaliknya kadar kekafiran
seseorang juga tergantung pada kebenciannya kepada beliau (saw). Kalau
kecintaannya kepada Rasulullah (saw) bertambah, keimanannya kepada Allah
(Swt) pun akan bertambah. bertambah dalam arti bersinar, bercahaya, dan
semakin menerangi hidupnya. Maka, apabila kita melihat ayat,
«Katakanlah:
Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihl dan
mengampunlmu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang"
(All Imran: 31).
Lalu
bagaimanakah cara mencintai Allah dan apa yang terkandung di dalam
makna mencintai tersebut? Jawabanya; di antaranya bahwa Allah dan
Rasul-Nya jelas tidak bias dipisah-pisahkan. Kalau seseorang mencintai
Allah, pasti dan harus mencintai Nabi-Nya. Dan tentu saja, dia akan
menjalankan sunnah serta mencintai orang yang dicintai Rasul-Nya. Di
sinilah pengertian tarekat yang sebenarnya, yakni untuk membimbing orang
itu mencapai keimanan sempurna.
Keimanan terbentuk secara
terbimbing. Di situlah peran para mursyid, sehingga tingkatan tauhid
kita, makrifat kita,tidak salah dan tidak sembarangan menempatkan diri,
sebab ada bimbingan dari mursyid tersebut Bagaimana orang yang tidak
bertarekat? Saya jelaskan dulu, syaratnya bertarekat itu harus tahu
syariat dulu. Artinya, kewajiban-kewajiban yang harus dimengerti oleh
individu sudah dipahami. Diantaranya, hak Allah (Swt): wajib, mustahil,
dan jaiz (berwenang). Lalu hak para rasul, apa yang wajib, mustahil, dan
jaiz bagirnereka.
Setelah kita mengenal Allah dan Rasul-Nya,
kita meyakini apa yang disampaikannya. Seperti rukun Islam, yaitu
membaca syahadat, mengerjakan shalat, melaksanakan puasa, berzakat bagi
yang cukup syaratnya, serta naik haji baga y ng mampu. Begitu juga kita
mengetahui rukun iman, serta beberapa tuntunan Islam seperti shalat,
wudhu', dan lainnya. Namun Anda harus bisa membedakan, orang yang
menempuh jalan kepada Allah dengan sendirian, tentu tidak sama dengan
orang yang menempuh jalan kepada Allah bersama-sama, yaitu melalui
seorang mursyid. Kalau kita mau menuju Mekkah, sebagai satu contoh,
seseorang yang belum mengenal Makkah al-Mukarramah dan Madinah
al-Munawwarah, tentu berbeda dengan orang yang datang kedua tempat
tersebut dengan disertai pembimbing ataumursyid.
Orang yang tidak
mengenal sama sekali kedua tempat itu, karena meyakini berdasarkan
informasi dan kemampuannya, sah-sah saja. Namun orang yang disertai
mursyid
akan lebih runtut dan sempurna, karena si pemimbing tadi
sudah berpengalaman dan akan mengantarke rukun zamani, sumur zamzam,
makam Ibrahim, dan lainnya Meski seseorang itu sudah sampai di Ka'bah,
namun kalau tidak tahu rukun zamani, dia tidak akan mampu untuk memulai
tawaf karena tidak tahu bagaimana memulainya itulah perbedaannya.
sumber: http://sufiroad.blogspot.com/2012/04/hb-lutfi-muslim-bertarekat-dan-tidak.html
assalamualaikum ya habibana.......
BalasHapussaya ingin bertanya tentyang kegundahan hati saya habib,saya seorang anak dari keturunan betawi asli dari ibu bpak n kakek buyut,dan alham dulilah saya di lahirkan di tengah keluarga seorang muslim yg cuku kental dalam beragama,kebetulan di suku betawi ini kami cukup keras bila soal yg nmanya belajar agama,dan alhamdulilah sya bisaa merasakan manfaatnya saat ini,tpi akhir akhir ini saya mulai gundah dan tidak tenang hati saya di karnakan saya berfikir apakan islm yg saya jalani selama ini sudash yg semurni murninya ajaran rasulullah muhammdah,saya gundagh dan bingung ,sampe akhirnya saya mencari ngaji kesana kemari n akhirnya saya bertemu dgn tarekat naksyabandi syekh khadirun yahya,saya ingin bertanya apakan tarekat ini bertentangan atau tdk dengan islam alquran dan hadits,to;ong di beri pencerahan habib,saya alfakir yg sedang bingung mana jalan yg semurni murinya jalan muhammad rasullulah,jajkumuillah bib
wassalam